Mari berdendang & bernyanyi !

____

10/30/2025

Navicula - Mulih (Lirik & Terjemahan)

Navicula - Mulih (Lirik & Terjemahan)

Pagi itu, motor tuaku meraung pelan di jalanan Denpasar yang padat. Asap kendaraan menampar wajahku, dan di balik helm murahan ini, aku tersenyum getir. “Cang sube nyerah,” gumamku lirih. Aku sudah menyerah.

Bertahun-tahun di kota, aku pikir hidup bakal lebih baik. Tapi yang ada cuma kerja serabutan, gaji pas-pasan, dan kos-kosan yang makin sesak. Tiap bulan selalu sama: uang habis, kepala panas, dan hati kosong. Sepeda motor yang dulu kubanggakan kini hampir rontok, dan pemilik kos sudah menagih uang sewa tiga bulan. Di saat itu aku sadar — mungkin aku memang bukan untuk kota.

Hari itu, aku putuskan pulang. Tak ada barang berharga yang kubawa, cuma beberapa pakaian dan sekarung kecil kenangan. Aku melajukan motor ke arah utara, meninggalkan bising Denpasar menuju desa kelahiranku di kaki gunung.

Sepanjang perjalanan, udara makin segar. Jalan berkelok melewati sawah dan pohon kelapa. Aku bisa mencium aroma tanah basah — bau yang dulu kupikir biasa saja, tapi kini membuat mataku panas.

Sampai di rumah, pekarangan masih sama. Tanah peninggalan kakek, sepuluh are luasnya, ditumbuhi kelor, pisang, jahe, dan tabia. Aku berdiri di sana lama, memandangi pohon-pohon itu seperti menatap wajah orang tua sendiri.

Kakek dulu selalu bilang, “Sing ngaden gumi keweh cara kene, Yen demen ngoyong, pasti nyidang idup.” (Tidak ada dunia yang sulit kalau kau mau bekerja.)

Dan benar. Aku mulai lagi dari nol. Kupulang tanam pisang, kelor, jahe. Kubuat kolam kecil di belakang rumah, kupelihara lele dan kambing. Siang kepanasan, malam kedinginan, tapi hatiku tenang.

Dulu di kota, aku sering menunggu BLT, mengharap bantuan. Sekarang, aku menanam dan memanen sendiri. Sedikit demi sedikit, hasil kebun mulai laku di pasar. Aku buka rekening kecil di koperasi desa, mulai belajar menabung. Tiap pagi, burung-burung menemaniku. Setiap sore, langit jingga mengiringi air kolam yang beriak.

Kadang aku tertawa sendiri mengingat masa lalu: betapa kerasnya aku berjuang di tempat yang tak mencintaiku. Sekarang, di sini, aku tak kaya — tapi aku merasa cukup.

Dan saat aku menatap sawahku yang hijau luas, aku berbisik, “Sing mase atiban jani panen, Astungkara.” (Semoga panen kali ini berhasil, Tuhan.)

Aku tersenyum. Icang kal mulih — aku pulang. Dan mungkin, inilah pertama kalinya aku benar-benar hidup.

Lagu ini ditulis oleh Gede Robi.


Navicula - Mulih (Lirik)

Cang sing ngaden gumi keweh cara kene
Cang sube nyerah
Be telah sajan uleh-ulehane
Ane dadi adep be konyang bakat adep
Jeg sube telah
Tuah sepeda motor anggo kemu mai

Di kos-kosane jeg pragat uyut jak kurenane
Kalahin cang punyah
Pang ilang doen setrese awai

Aget jumah nu ade tanah pekak’e,
bin dasa are
Kal pulang biu, kelor, tabia, jahe
Kal pulang sela
Kal ngubuh celeng, kambing, kolam lele
Icang kal mulih
Ngoyong di desa

Sing mase atiban jani panen, Astungkara
Ulian abian payu nyakan

Maan seka bedik de engsap ngae tabungan
Anggo plajahan
Pang tusing Bete ngantos BLT

Konyang kal telpon jani timpale, ngae koperasi
Pang tusing uluk-uluk celuluk

Aget jumah nu ade tanah pekak’e,
bin dasa are
Kal pulang biu, kelor, tabia, jahe
Kal pulang sela
Kal ngubuh celeng, kambing, kolam lele
Icang kal mulih
Ngoyong di desa


Navicula - Mulih (Terjemahan Lirik)

Aku tak bilang dunia ini sulit, hanya jalannya saja yang begini.
Aku sudah menyerah.
Sudah cukup dengan segala kesibukan dan pencarian yang tak ada ujungnya.
Apa gunanya terus berlagak kuat kalau perut pun masih sering lapar?
Sudah cukup.

Untung masih ada motor butut ini,
yang bisa kupakai untuk pulang ke kampung halaman.
Di kos-kosan, aku habis-habisan,
semua tabungan habis, bahkan uang kiriman dari nenek pun tak tersisa.
Semuanya kalah oleh kerasnya hidup di kota.
Semua stresku hilang hanya kalau aku membayangkan rumah di desa.

Sampai di rumah, masih ada tanah peninggalan kakek,
seluas sepuluh are.
Kupikir, lebih baik aku tanami lagi:
pisang, kelor, cabe, dan jahe.
Kupulang menanam,
kubuat kolam ikan lele, pelihara babi dan kambing.
Aku pulang.
Aku kembali bekerja di desa.

Tak apa kalau belum panen sekarang, semoga nanti—Astungkara (atas restu Tuhan)—hasilnya baik.
Kalau ladangku berhasil, aku bisa menanak nasi dari panen sendiri.
Dari hasil kecil itu, aku bisa mulai menabung,
buat modal belajar dan hidup lebih mandiri.

Tak usah berharap bantuan BLT lagi.
Sekarang, teman-teman yang dulu di kota malah menelepon,
katanya mereka mau bikin koperasi desa.
Tak perlu lagi memohon, tak perlu lagi takut pada malam.

Masih ada tanah kakek, sepuluh are luasnya.
Kupulang tanam pisang, kelor, cabe, dan jahe.
Kupulang menanam sela (umbi-umbian).
Kupelihara babi, kambing, dan kolam lele.
Aku pulang.
Aku bekerja di desa.

Share:

0 komentar:

Post a Comment

Total Pageviews

Histats

Tags

Lirik (132) Lokal (68) Jepang (45) OST. Anime (34) Terjemahan / Translate (33) Barat (14) OST. Film (13) Korea (4) OST. Series/Drama (3) Thread (3) Latin (1)

Blog Archive

New Post

Raisa - Bye-Bye | Lirik & Terjemahan

Raisa - Bye-Bye | Lyrics Hey Girl You know you're beautiful Where is the pretty smile that You've been hiding far too long...

Search