Mari berdendang & bernyanyi !

____

11/16/2025

.Feast - Arteri (Lirik)

.Feast - Arteri (Lirik)

Malam itu, lampu-lampu kota memantulkan cahaya ke kaca mobil yang melaju di Jalan Arteri Pondok Indah. Di kursi penumpang, Dara menatap wajahnya sendiri melalui pantulan jendela—kusut, kosong, dan telanjang dari segala topeng yang biasanya ia pakai di siang hari.

“Selamat datang di usia dua puluh,” gumamnya lirih. Ucapan itu terdengar seperti doa… atau kutukan.

Sejak ulang tahunnya dua minggu lalu, hidup terasa seperti gelas kosong yang dituang terlalu cepat. Ia mencoba mencicipi dunia, menelan pahitnya, dan berharap menemukan sesuatu yang mirip kebahagiaan.

Tapi yang ia temukan justru Arga.

Pria itu muncul tiba-tiba dalam hidupnya. Tidak membawa solusi, hanya memberi tempat untuk melarikan diri—meskipun untuk beberapa jam saja. Setiap kali dunia terasa menyesakkan, Dara datang mencarinya. Dan Arga, entah kenapa, selalu menerima.

Malam itu, seperti banyak malam lainnya, mereka bersembunyi dari dunia di sebuah kamar kecil di lantai tiga sebuah apartemen sewaan.

Dara menenggelamkan wajahnya ke bahu Arga, tubuhnya bergetar menahan tangis.

“Aku capek,” bisiknya patah.

“Lepasin saja semua. Muntahkan,” jawab Arga pelan, mengusap punggungnya.

Dara menangis lebih keras. Ia tahu Arga bukan tempat untuk pulang. Ia tahu pria itu membawa luka yang sama dalam-dalamnya.

Tapi anehnya, justru itu yang membuat mereka saling mencari.

Mereka adalah dua trauma yang saling menenangkan… tanpa pernah benar-benar sembuh.

Dara sering berpikir: hidup seperti apa yang hanya berjalan delapan kali sebulan? Delapan malam pelarian. Delapan kali perasaan mati rasa. Delapan kali Arga menjadi bahu untuk menangis. Delapan kali pura-pura bahagia.

Ia tahu, di balik semua perhatian kecil itu, Arga tidak pernah benar-benar ada. Dara pura-pura tidak sadar. Pura-pura tidak tahu. Bahwa Arga cuma trauma yang berwujud manusia.

“Aku ingin menyelamatkanmu,” kata Dara suatu malam.

Arga terdiam lama sebelum menjawab, “Kenapa mencoba menyelamatkan orang yang bahkan tidak mau tinggal?”

Dara menunduk. Kata-kata itu menampar, tapi benar.


Hubungan mereka bukan cinta. Cinta tidak dijaga oleh jarak, tidak disembunyikan, dan tidak dikendalikan oleh perantara. Cinta tidak membuat seseorang berlari mengejar bayangan.

Namun malam itu, Dara tetap berlari.

“Arga!” serunya ketika pria itu keluar dari kamar, wajahnya hampa seperti biasanya.

Arga menoleh, sekilas saja.

“Kita… apa?” tanya Dara dengan napas tersengal.

Arga menatapnya. Tatapan itu dingin, tapi jujur.

“Kita hanyalah dua orang yang mencoba merasa hidup di tempat yang salah.”

Dara menggigit bibir. Perih itu menyusup ke dada.

“Jadi selama ini…?”

Arga menghela napas. “Kau hanya trauma. Begitu pula aku.”


Ketika Arga akhirnya pergi, Dara kembali ke mobilnya dan mulai melaju di Arteri Pondok Indah. Lampu jalan berpendar seperti garis-garis cahaya yang menyayat gelap.

Di sepanjang jalan itu, ia merasa seakan seluruh perasaannya mengalir—pahit, sesak, namun nyata.

Setetes kebahagiaan… Yang selalu ia cari… Ternyata hanya meluncur. Tidak pernah menetap. Tidak pernah berhenti di mana pun. Termasuk di hatinya.

Dan di tengah deru mesin, Dara sadar satu hal: malam ini adalah terakhir kalinya ia membiarkan dirinya meluncur dalam arteri trauma yang tak ada ujungnya.

Ia menggenggam setir erat-erat. Malam masih panjang. Dan untuk pertama kalinya, ia ingin pulang—bukan pada seseorang, tapi pada dirinya sendiri.


Lirik ditulis oleh Dicky Renanda Putra (gitaris), dengan bantuan dari Baskara Putra (vokalis) dan Laleilmanino (produser).


.Feast - Arteri (Lirik)

Telanjang, ku telanjang
Menyicipi dunia
Hatiku berkata
"Selamat datang di dua puluh!"

Kau tambal kegagalanku
Kau masuk ke dalam darah
Berdansa dan berserah
Untuk sekian jam saja

Sembunyikanmu dari dunia
Hilang akal saat kau ada
Berputar, mana ujungnya?

Menangisku di pundakmu
Kau bilang muntahkan semua pilu
Aku pura pura tak tahu
Aku pura pura tak sadar
Kau hanya trauma
(Meluncur di Arteri)

Aku ingin tak menghiraukan masa depan
Namun hidup apa hanya delapan kali sebulan?
Salahku memikirkan
Untuk menyelamatkan
Saat kau lah titik perkara

Menangisku di pundakmu
Kau bilang muntahkan semua pilu
Aku pura pura tak tahu
Aku pura pura tak sadar
Kau hanya trauma
(di Arteri Pondok Indah)

Aku berlari lari lari lari mengejar dirimu
Cinta macam apa yang dijaga ketat oleh perantara?
Indraku mati rasa, kubuang jauh dalam tempat sampah
(Di Arteri Pondok Indah)

Kau hanya trauma
Meluncur di Arteri
Hanya lagu lama
Bernyanyi di Arteri

Menangisku di pundakmu
Kau bilang muntahkan semua pilu
Aku pura pura tak tahu
Aku pura pura tak sadar
Kau hanya trauma
(Meluncur di arteri)

Setetes bahagia
Yang selalu kau cari
Mengalir berkelana
Meluncur di arteri

Setetes bahagia
Yang selalu kau cari
Mengalir berkelana
Meluncur di arteri

Share:

0 komentar:

Post a Comment

Total Pageviews

Histats

Tags

Lirik (132) Lokal (68) Jepang (45) OST. Anime (34) Terjemahan / Translate (33) Barat (14) OST. Film (13) Korea (4) OST. Series/Drama (3) Thread (3) Latin (1)

New Post

Raisa - Bye-Bye | Lirik & Terjemahan

Raisa - Bye-Bye | Lyrics Hey Girl You know you're beautiful Where is the pretty smile that You've been hiding far too long...

Search