Mari berdendang & bernyanyi !

____

11/15/2025

.Feast - Gugatan Rakyat Semesta (Lirik)

.Feast - Gugatan Rakyat Semesta

Malam itu kota seperti sedang menahan napas. Langit menggantung rendah, lampu-lampu jalan berkedip seakan ragu untuk menyala sepenuhnya. Di tengah keremangan itu, sekelompok anak muda berdiri membentuk lingkaran di halaman sebuah gedung tua yang sudah lama tak terpakai. Suara gemerisik poster, kain spanduk, dan napas-napas gelisah memenuhi udara.

Di tengah lingkaran itu, ada Arga—seorang pemuda kurus dengan mata yang sudah terlalu sering melihat ketidakadilan. Tangan kanannya mengepal, seolah-olah memegang sesuatu yang tak terlihat—energi, kemarahan, harapan… entahlah.

“Rapatkan barisan,” katanya pelan. “Petir di kepalan tangan.”

Seruan itu diikuti berulang-ulang oleh yang lain. Bukan seperti teriakan perang, tetapi lebih seperti mantra. Sesuatu yang mereka ulang agar hati mereka tidak goyah.


Arga memandang wajah-wajah di hadapannya. Wajah-wajah yang capek berjuang sendirian. Wajah-wajah yang marah pada dunia, tapi masih cukup peduli untuk tidak membiarkannya hancur tanpa perlawanan.

“Sudah siapkah kalian melihat esok hari?” tanya Arga.

Mereka diam. Tapi diam yang keras. Diam yang berarti ya.

“Esok yang tanpa parasit yang makan lebih rakus dari babi,” lanjutnya, suaranya kian lantang. “Tanpa kaki-kaki yang memakai sepatu seharga sebuah motor, tapi menginjak masa depan orang lain seperti tanah becek.”

Beberapa tertawa getir. Yang lain menggertakkan gigi.

Arga menarik napas panjang. “Dan tanpa mulut yang manis hanya saat kamera menyorot.”

Satu kalimat itu cukup membuat lingkaran itu mendidih. Semua tahu siapa yang ia maksud. Yang mereka lawan bukan sekadar orang. Tapi sistem yang sudah terlalu lama membusuk.

“Kita tak menunggu waktu yang tepat,” kata Arga lagi. “Tak ada waktu yang benar-benar tepat. Kita yang harus menciptakannya.”

Ia berjalan ke depan, menatap langit yang sesekali berkedip lembut. Awan-awan gelap seperti menggambar garis batas antara dunia lama dan dunia yang ingin mereka gali sendiri dari reruntuhan.

“Aku nggak minta kalian menaruh nyawa di jalan,” katanya. “Tapi aku mau kalian tahu… selalu ada jalan jika kita serius ingin perubahan.”

Beberapa orang mengangguk. Yang lain mengepalkan tangan mengikuti Arga.

“Kalau mereka kira kalian lemah,” Arga melanjutkan, “maka kalian jadi setan yang tak bisa mereka jinakkan.”


Di tepi halaman gedung, seorang gadis bernama Nira mendengarkan dengan dada berdebar. Ia bukan pahlawan. Ia bukan pembuat pidato. Ia hanya seseorang yang muak karena hidup selalu mengurangi hak orang kecil untuk menambah kenyamanan orang besar.

Kenyamanan hanya dipinjamkan sementara, pikirnya. Dan suatu hari, pasti harus direbut kembali.

Saat Arga kembali berdiri di tengah, ia berkata, “Apa pun yang kalian percayai, itu hak kalian. Siapa pun yang kalian cintai, itu layak dihargai. Dari mana pun kalian datang, kalian patut dilindungi.”

Ucapan itu seperti api kecil yang menyala di dalam dada mereka. Di dunia yang sering meminta mereka diam, kata-kata itu adalah izin untuk menjadi manusia sepenuhnya.

“Sekarang… tunjukkan bahwa kita yang pegang kepercayaan. Kita yang punya kuasa. Kita yang menentukan arah.”

Langit bergemuruh tepat ketika ia selesai bicara. Seolah-olah alam pun merapatkan barisannya bersama mereka.

Petir menyambar jauh di kejauhan—tapi dalam hati setiap dari mereka, petir yang lebih besar sudah meledak.

“Rapatkan barisan,” ulang Arga sekali lagi.

Kali ini, suara puluhan orang menjawab: “PETIR DI KEPALAN TANGAN!”

Dan malam itu, tanpa senjata, tanpa jubah pahlawan, mereka mulai bergerak. Bukan untuk mencari perang. Tapi untuk menciptakan esok hari yang selama ini hanya berani mereka bayangkan dalam mimpi.


Lirik ditulis oleh Baskara Putra, vokalis band .Feast, dan juga dikomposisikan oleh Dicky Renanda dan Adrianus Aristo Haryo.


.Feast - Gugatan Rakyat Semesta (Lirik)

(Rapatkan barisan, petir di kepalan tangan
Rapatkan barisan, petir di kepalan tangan
Rapatkan barisan, petir di kepalan tangan
Rapatkan barisan, petir di kepalan tangan)

Sudah siapkah kau tuk melihat esok hari?
Tanpa parasit yang makan lebih dari babi
Tanpa kaki yang bersepatu semahal sapi
Mulut yang semanis minuman berkarbonasi
Sudah siapkah kau 'tuk ciptakan esok hari?
Kau kepung kastil yang berpura-pura peduli
Duduki atap hijau dan mereka kabur lari
Bendera warna-warni kau tak dipecah lagi

Tak ada waktu yang benar-benar tepat
Ciptakanlah sendiri
Tak ada tembok yang bener trlalu kuat
Rapatkan barisan, petir di kepalan tangan

Ku tak memintamu 'tuk taruh nyawa di jalan
Ku hanya bri tahu bahwa slalu ada jalan
Jika kau sangat serius ingin perubahan
Mreka kira kau lemah, kau jadi setan

(Rapatkan barisan, petir di kepalan tangan)

Sudah siapkah kau tuk hidupi esok hari?
Apapun yang kau percayai, pasti hakiki
Siapapun yang kau cintai, kau dihargai
Darimana kau datang dan pergi, dilindungi
Kenyamanan hanya dipinjamkan sementara
Tunjukkan bahwa kau lah yang pegang percaya
Tunjukkan bahwa kau lah yang punya kuasa
Tunjukan gemuruh gugatan rakyat semesta

Ku tak memintamu 'tuk taruh nyawa di jalan
Ku hanya bri tahu bahwa slalu ada jalan
Jika kau sangat serius ingin perubahan
Mreka kira kau lemah, kau jadi setan

Rapatkan barisan, petir di kepalan tangan...

Ku tak memintamu 'tuk taruh nyawa di jalan
Ku hanya bri tahu bahwa slalu ada jalan
Jika kau sangat serius ingin perubahan
Mreka kira kau lemah, kau jadi setan
...

Share:

0 komentar:

Post a Comment

Total Pageviews

Histats

Tags

Lirik (132) Lokal (68) Jepang (45) OST. Anime (34) Terjemahan / Translate (33) Barat (14) OST. Film (13) Korea (4) OST. Series/Drama (3) Thread (3) Latin (1)

New Post

Raisa - Bye-Bye | Lirik & Terjemahan

Raisa - Bye-Bye | Lyrics Hey Girl You know you're beautiful Where is the pretty smile that You've been hiding far too long...

Search